Assaalamu'laikum, haloo.,sibuk apa kamu? sesibuk apapun pastikan kamu sehat lya, seht fisik, sehat mental, bahagia jangan lupakan.
Di era digital ini, apa sih yang bisa lepas dari elektronik? nyaris semua aktifitas masyarakat saat ini berbasis elektronik, termasuk transaksi elektonik. Sama halnya dengan transaksi manual, transaksi elektronik juga memiliki aturan.
Kemnterian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo ) telah meresmikan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang penyelenggaraan Sistem dan Traksaksi Elektronik ( PSTE ) pada 10 Oktober 2019 yang lalu,sebagai pengganti PP PSTE Nomor 82 tahu 2012.
Dalam perubahan regulasi itu, salah satu poin yang penting adalah bahwa semua perusahaan digital yang beroperasi di Indonesia wajib mendaftar kepemerintah untuk diketahui data-data yang mereka gunakan.
Paparan itu disampaikan oleh Dirjen Apikasi Informatika Kementerian Kominfo, bapak Samuel Abrijani Pangerapan, dalam acara yang digelar ole Kementerian Kominfo hari Senin 4 November 2019, yang bertajuk "Ada Apa Dengan PP No 71 tahun 2019 ( PSTE )".
Selain Dirjen Apikasi Informatika Kementerian Kominfo bapak Samuel Abrijani, hadir juga Ibu Eka Wahyuning, Senior Associate.
Masih menurut bapak Samuel, bahwa dengan PP tersebut, maka data yang digolongkan sebagai data sektor publik, penempatan data centernya harus di dalam negeri. Selain itu, sektor swasta tetap saja harus dibuatkan aturan dan pembatasan oleh pemerintah.
Karena penting bagi pemerintah untuk tahu apa saja data-data itu, data apa yang didaftarkaan, data digunakan untuk apa, karena tidak menutup kemungkinan bahwa pemerintah juga bisa memanfaatkan data itu.
Di era digital ini, komunikai yang ada adala ekstra teritorial, dunia sudah tanpa batas, pertukaran data dapat terjadi, sehingga perlindungan data menjadi penting.
Jadi Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang penyelenggaraan Sistem dan Traksaksi Elektronik ( PSTE ) dibuat adalah untuk melindungi data, baik data publik mauun data yang sifatnya privat.
Pada prinsipnya, data-data yang berkaitan dengan kepentingan sektor publik akan ditempatkan di dalam negeri, demi kemanan data yang memang harus dijaga.
Dengan PP STE regulasi baru ini, Kementrian Kominfo kan menerapkan kebijakan yaang berbeda di dunia maya, utamanya konten-konten negatif di media sosial.
Jika selama ini para pemilik situs diminta menghapus konten negatif tersebut, nantinya para Penyedia Sistem Elektronik ( PSE ) yang menyebarkan akan dkenai denda. Berapa besaranya? memang beum ditentukan, tapi diperkirakan denda beradaa pada kisaran Rp. 100 juta - Rp. 500 juta, wiih lumayan kan ya?.
Akaan ada evaluasi apakah para penyedia layanan akan memperbaiki/ membenahi konten negatifnya atau tidak. Jika dianggap tidak ada upaya pembenahan konten ke arah yang lebh positif maka tidak menutup kemungkinan sanksinya akan meningkat, seperti misalnya pemutusan akses.
Aturan itu ditetapkan agar para Penyedia Sistem Elektronik itu bersikap pro aktif melakukan kontrol terhadap konten di situs milik mereka, bukan pasif menunggu pemerintah dan baru bertindak ketika ada permintaan atau teguran dari pemerintah.
Apa saja sih yang dianggap konten negatif? ada bermacam-macam ya, diantaranya seperti:
Di era digital ini, apa sih yang bisa lepas dari elektronik? nyaris semua aktifitas masyarakat saat ini berbasis elektronik, termasuk transaksi elektonik. Sama halnya dengan transaksi manual, transaksi elektronik juga memiliki aturan.
Kemnterian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo ) telah meresmikan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang penyelenggaraan Sistem dan Traksaksi Elektronik ( PSTE ) pada 10 Oktober 2019 yang lalu,sebagai pengganti PP PSTE Nomor 82 tahu 2012.
Diskusi PP PSTE
Dalam perubahan regulasi itu, salah satu poin yang penting adalah bahwa semua perusahaan digital yang beroperasi di Indonesia wajib mendaftar kepemerintah untuk diketahui data-data yang mereka gunakan.
Paparan itu disampaikan oleh Dirjen Apikasi Informatika Kementerian Kominfo, bapak Samuel Abrijani Pangerapan, dalam acara yang digelar ole Kementerian Kominfo hari Senin 4 November 2019, yang bertajuk "Ada Apa Dengan PP No 71 tahun 2019 ( PSTE )".
Selain Dirjen Apikasi Informatika Kementerian Kominfo bapak Samuel Abrijani, hadir juga Ibu Eka Wahyuning, Senior Associate.
Masih menurut bapak Samuel, bahwa dengan PP tersebut, maka data yang digolongkan sebagai data sektor publik, penempatan data centernya harus di dalam negeri. Selain itu, sektor swasta tetap saja harus dibuatkan aturan dan pembatasan oleh pemerintah.
Karena penting bagi pemerintah untuk tahu apa saja data-data itu, data apa yang didaftarkaan, data digunakan untuk apa, karena tidak menutup kemungkinan bahwa pemerintah juga bisa memanfaatkan data itu.
Di era digital ini, komunikai yang ada adala ekstra teritorial, dunia sudah tanpa batas, pertukaran data dapat terjadi, sehingga perlindungan data menjadi penting.
Peraturan Pemerintah untuk melindungi
Pada prinsipnya, data-data yang berkaitan dengan kepentingan sektor publik akan ditempatkan di dalam negeri, demi kemanan data yang memang harus dijaga.
Dengan PP STE regulasi baru ini, Kementrian Kominfo kan menerapkan kebijakan yaang berbeda di dunia maya, utamanya konten-konten negatif di media sosial.
Jika selama ini para pemilik situs diminta menghapus konten negatif tersebut, nantinya para Penyedia Sistem Elektronik ( PSE ) yang menyebarkan akan dkenai denda. Berapa besaranya? memang beum ditentukan, tapi diperkirakan denda beradaa pada kisaran Rp. 100 juta - Rp. 500 juta, wiih lumayan kan ya?.
Akaan ada evaluasi apakah para penyedia layanan akan memperbaiki/ membenahi konten negatifnya atau tidak. Jika dianggap tidak ada upaya pembenahan konten ke arah yang lebh positif maka tidak menutup kemungkinan sanksinya akan meningkat, seperti misalnya pemutusan akses.
Aturan itu ditetapkan agar para Penyedia Sistem Elektronik itu bersikap pro aktif melakukan kontrol terhadap konten di situs milik mereka, bukan pasif menunggu pemerintah dan baru bertindak ketika ada permintaan atau teguran dari pemerintah.
Apa saja sih yang dianggap konten negatif? ada bermacam-macam ya, diantaranya seperti:
- Pornografi
- Kekerasan
- Berita bohong
- Ujaran kebencian
- Human traficking
- Drug traficking
- Radikalisme
- Konten yang mengangkat isu sara
Selain tentang penyelenggara sistem elektronik, PP PSTE ini juga membahas beberapa hal lainnya, sebut saja soal penempatan data center di mana saja, perlindungan data pribadi, otentifikasi situs.
Sementara menurut ibu Eka Wahyuning, bagi pelaku usaha, PP Nomor 71 tahun 209 lebih memberikan kejelasan dan memiliki development di beberapa bidang, termasuk di dalamnya adalah adanya kepastian hukum.
Selain memberikan kepastian hukum,tujuan revisi PP PSTE adalah juga untuk memberikan kepastian iklim berusaha dengan tetap menjaga kedaulatan negara, meningkatkan arus investasi ke dalamnegeri, meningkatkan iklim kemudahan berusaha.
Aturan apa saja yang ditambahkan? yaitu:
- Mengatur sanksi administratif dan denda bagi yang melanggar.
- Mengatur bahwa data harus dilindungi
- Mengatur 'Right to be forgotten" atau hak untuk dipulihkan namanya
Selama ini,tak sedikit pengusaha yang kurang paham, apakah pelayanan sistem mereka termasuk privat atau publik,dengan PP Nomor 71 tahun 2019 ini maka ada kejelasan kaitannya dengan definisi perusahaan.
Menurut ibu Eka, pemerintah juga memberikan pakem-pakem, bahwaa pemerintah memiliki hak untuk mengakses pengawasan terhadap data-data yang disimpan di luar negeri. Bagi pengusaha, inilah yang lebih memberikan kepastian hukum.
Kita harapkan dengan revisi UU PSTE maka iklim usaha PSTE akan semakin membaik, untuk kemajuan negeri ini.
Terimakasih banyak sudah berbagi informasi yang sangat bermanfaat ini Kak.
BalasHapusBenar sekali Mbak, kebahagiaan adalah kunci utama kelangsungan hari kita.
BalasHapusIya Mbak, kita harus benar-benar menghindari konten negatif untuk kebaikan diri kita sendiri.
BalasHapusKepastian hukum memang harus ditetapkan dan selalu ditegakkan ya Mbak.
BalasHapusTerimakasih banyak untuk informasi yang sudah dibagikan Mbak, tentunya akan sangat bermanfaat.
BalasHapusSemoga uu ini dpt meminimalisir berita2 yg meresahkan...kebebasan jurnalistik juga butuh payung hukum
BalasHapusWah bener banget harus ada PP ini. Keamanan data bisa lebih terjaga untuk menghindari hal2 buruk dr mereka yg tidak baik
BalasHapusMemang seharusnya kita menghindari konten-konten negatif biar nggak merusak generasi penerus bangsa ya, mbak.
BalasHapusiyaa sih terkait pelayanan sistem private dan publik kayaknya masih byk yg kurang paham deh mbak
BalasHapusaku sndiri belum terlalu jelas ini. mau baca pp nya dlu
Kalau pelaku usaha nggak mendaftarkan data-datanya ke pemerintah berarti bisa dijerat hukum gitu yah mbak tite?
BalasHapusbanyak kerangka normatif yang dibuat untuk berikan perlindungan menyeluruh bagi konsumen ya mba..semoga bisa membawa manfaat
BalasHapusSering juga terlintas dalam benak. Sekarang apa2 serba online mulai dari beli baju, pesan ojek sampai pesan makanan. Itu data2 yang kita kirim saat mendaftar maupun kebiasaan sehari2 kita (alamat rumah, kantor, sampai sekolah anak) kalau disalahgunakan bisa berbahaya. Penting memang ada perlindungan data2 konsumen.
BalasHapusAku enggak begitu paham nih mba tentang sistem private dan publik terkait transaksi elektronik gini. Memang penting nih dibuat aturan yang jelas payung hukumnya seperti ini.
BalasHapusSemoga, dengan kepastian hukum seperti ini, hukum yang ada lebih adil dan nggak bias, ya. Supaya semakin banyak yang mendapat manfaat.
BalasHapusHmm, sosialisasi ya ini mbak? Baru diriliskah peraturan hukumnya? Semoga dpr berjalan sesuai tujuannya ya, dan gdk disalahgunakan utk kepentingan2 lain.
BalasHapus